Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 29 Juni 2013

Penyakit Meniere


    Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu penyakit yang ditandai oleh serangan berulang vertigo (perasaan berputar), tuli dan tinnitus (telinga berdenging).
    Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan  volume endolimfe diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membrane labirin.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI. 
    Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh :
ü Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri.
ü Berkurangnya tekanan osmotic di dalam kapiler.
ü Meningkatnya tekanan osmotic di ekstrakapielr.
ü Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan pelebaran dan perubahan morfologi pada membrane Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibule, terutama si daerah apeks koklea Helikotrema, sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari derah apeks koklea, kemungkinan dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah pada penyakit Meniere.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI. 
    Manifestasi klinis
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo disertau rasa muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berptar, mual dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun keadaannya berangsur semakin baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama kali. Pada penyakit Meniere vertigonya periodic yang makin mereda pada serangan-serangan berikutnya.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.    
Gejalanya berupa seangan vertigo, mual dan muntah mendadak, yang berlangsung selama 3-24 jam dan kemudian menghilang secara perlahan.

Secara periodik, penderita merasakan telinganya penuh atau merasakan adanya tekanan di dalam telinga.

Pendengaran di telinga yang terkena berfluktuasi (kadang jelas, kadang kurang) tetapi semakin lama semakin memburuk.

Tinnitus bisa menetap atau hilang-timbul dan semakin memburuk sebelum, setelah maupun selama serangan vertigo.

Pada kebanyakan penderita, penyakit ini hanya menyerang 1 telinga dan pada 10-15% penderita, penyakit ini menyerang kedua telinga.

Pada salah satu bentuk penyakit Meniere, tuli dan tinnitus terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum seangan vertigo.
Setelah serangan vertigo mulai, bisa terjadi perbaikan fungsi pendengaran.
    Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis dipermudah dengan dilakukannya diagnosis, yaitu :
1.     Vertigo hilang timbul
2.     Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
3.     Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari senral, misalnya tumor n. VII.
Bila gejala-gejala khas penyakit Meniere pada anamnesis ditemukan, maka diagnosis penyakit Meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan ternyata terdapat tuli sensorineural, maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit Meniere, sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan adanya perbaikan dalam tuli senosrineural, kecuali pada penyakit Meniere.
 Pemeriksaan penunjang
Dalam hal meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan operatif pada pembuatan “shunt”. Bila terdapat hidrops, maka operasi diduga akan berhasil dengan baik.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI. 
  Penatalaksanaan
Khusus untuk penyakit Meniere, diberikan obat-obat vasodilator perifer untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini disalurkan ke tempat lain dengan jalan operasi, yaitu membuat “shunt”.
Obat-obat antiskemia, dapat pula diberikan sebagai obat alternative dan juga diberikan obat neurotonik untuk menguatkan sarafnya.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI. 
Untuk meringankan vertigo bisa diberikan scopolamin, antihistamin, barbiturat atau diazepam.

Tindakan pembedahan untuk mengurangi vertigo adalah neurektomi vestibuler, dimana dilakukan pemotongn saraf yang menuju ke kanalis semisirkularis (bagian dari telinga tengah yang mengatur keseimbangan).

Jika vertigo sangat mengganggu dan terjadi gangguan pendengaran yang berat, dilakukan labirintektomi, yaitu pengangkatan koklea (bagian dari telinga tengah yang mengatur pendengaran) dan kanalis semisirkularis.
Pencegahan
Taktik perawatan diri tertentu dapat membantu mengurangi dampak penyakit Meniere. Pertimbangkan tips ini:
1.     Duduk atau berbaring segera ketika Anda merasa pusing. Selama episode vertigo, hindari hal-hal yang dapat membuat tanda-tanda dan gejala lebih buruk, seperti gerakan tiba-tiba, lampu-lampu terang, menonton televisi atau membaca.
2.     Istirahat selama dan setelah serangan. Jangan terburu-buru untuk kembali ke kegiatan normal.
3.     Waspadalah terhadap kemungkinan kehilangan keseimbangan. Jatuh bisa menyebabkan cedera serius. Gunakan pencahayaan yang baik jika Anda bangun di malam hari. Pertimbangkan berjalan dengan tongkat untuk stabilitas jika Anda mengalami masalah keseimbangan kronis.
4.     Hindari mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin-mesin berat jika Anda sering mengalami episode vertigo. Melakukan hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cedera.

Sabtu, 22 Juni 2013

Otitis Media AKut


Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering.
Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:
  1. Stadium oklusi tuba eustachius
    1. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
    2. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
    3. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
  2. Stadium hiperemis
    1. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
    2. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
  3. Stadium supurasi
    1. Membran timpani menonjol ke arah luar.
    2. Sel epitel superfisila hancur.
    3. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
    4. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat.
  4. Stadium perforasi
    1. Membran timpani ruptur.
    2. Keluar nanah dari telinga tengah.
    3. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
  5. Stadium resolusi
    1. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.
    2. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
    3. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.
Diagnosis
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh tinggi serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh  turun, dan anak tertidur tenang.
Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.
Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.

Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.

Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.

Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1.    Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2.    Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3.    Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4.    Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

Diskusi
Otitis media merupakan suatu peradangan pada telingah tengah. Otitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling sering ialah sumbatan tuba eustachius akibat infeksi. Selain itu, otitis media dapat juga merupakan suatu komplikasi akibat penyakit lain misalnya rhinitis, sinusitis, faringitis, otitis eksterna, dan lain-lain. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara dengung (tinitus).
Pada kasus di atas, pasien mengalami gejala nyeri pada telinga kiri sejak 3 hari, yang disertai dengan batuk pilek berulang sejak lama. Pasien juga mengeluhkan adanya keluar cairan jernih dari telinga kirinya. Untuk menegakkan diagnosis otitis media, perlu dilakukan pemeriksaan otoskopi. Ditemukan adanya perforasi sentral pada membran telinga kiri yang disertai adanya pengeluaran cairan. Kemungkinan stadium otitis medianya ialah stadium perforasi.
Penyebab yang mungkin sebagai pencetus otitis media pada pasien di atas ialah rhinitis yang sudah lama dialami. Pasien mengalami batuk pilek sudah lama. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mengalami edema & hiperemi yang disertai adanya cairan mukus purulen. Kemungkinan pasien mengalami rhinitis kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab dari otitis medianya ialah komplikasi dari rhinitis kronis.
Pengobatan yang diberikan pada pasien di atas ialah pemberian antibiotik (Bellamox sirup), kortikosteroid (Somerol), analgesik, antihistamin (Salbutamol), dan dekongestan (Lapifed). Kemudian pasien diminta untuk kontrol lagi 1 minggu jika gejala tidak hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Otitis Media Akut. Accessed: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1092.htm.
Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412.
Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com.
Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Kamis, 13 Juni 2013

Terlelap Dalam Kenangan


terlelap dalam kenangan
terhening dalam kesunyian
terbangun dalam angan

berdiri merintih
meskipun kaki ini tak kuat untuk melangkah
tiada angan yang dapat ku gapai
tiada asa yang dapat ku raih
hanya dikau seorang yang jauh disana

kian detik 
kian hari ku coba tuk melupakanmu
tapi apalah daya, tak sanggup diri ini tuk menghindar

ajal rapuh asa tak torgoda
menanti sepi kian merintih
angan pergi kian berlalu
melambai jauh elok disana
untukmu wahai dinda yang jauh disana ^_^
ku terpaksa
ku akui ku masih sayang kamu



Kamis, 06 Juni 2013

cemas ohh cemas


cemas dalam bahasa kedokterannya axientas ( keren kan bahasa nya :D )

cemas simpel tp apa sih definisi nya??
Cemas adalah suatu sinyal yang menyadarkan; memperlihatkan adanya bahaya yang mengamcam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.

nah cemas itu ada 2, bersifat fisiologis ( normal) dan patologis ( abnormal )
o    Kecemasan normal adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari pengalaman suatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti hidup.
o    Kecemasan patologis adalah respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas dan durasinya.

nahhh gejala cemas itu bagaimana tuh?
     Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
     Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.
TATALAKSANA DIAGNOSIS DAN TERAPI GANGGUAN ANXIETAS
  Dr. Evalina Asnawi Hutagalung, Sp.KJ

terus juga ada kan, kenapa cemas di tempat ramai? pasti bingung kan ini jawabannya

•    Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 katagori :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari- hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
•    Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulang tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress.
2. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.

tapi tenang, cemas itu ada tingatannya yaitu :

Stuart dan Sundeen (1995) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dab individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

a. Respon Fisiologis
•    Sesekali nafas pendek
•    Nadi dan tekanan darah naik
•    Gejala ringan pada lambung
•    Muka berkerut dan bibir bergetar
b. Respon Kognitif
•    Lapang persegi meluas
•    Mampu menerima ransangan yang kompleks
•    Konsentrasi pada masalah
•    Menyelesaikan masalah secara efektif
c. Respon perilaku dan Emosi
•    Tidak dapat duduk tenang
•    Tremor halus pada tangan
•    Suara kadang-kadang meninggi
2. Kecemasan sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun/individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.

a. Respon Fisiologis
•    Sering nafas pendek
•    Nadi ekstra systole dan tekanan darah naik
•    Mulut kering
•    Anorexia
•    Diare/konstipasi
•    Gelisah
b. Respon Kognitif
•    Lapang persepsi menyempit
•    Rangsang Luar tidak mampu diterima
•    Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
c. Respon Prilaku dan Emosi
•    Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan)
•    Bicara banyak dan lebih cepat
•    Perasaan tidak nyaman
3. Kecemasan Berat

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan.

a. Respon Fisiologis
•    Sering nafas pendek
•    Nadi dan tekanan darah naik
•    Berkeringat dan sakit kepala
•    Penglihatan kabur
b. Respon Kognitif
•    Lapang persepsi sangat menyempit
•    Tidak mampu menyelesaikan masalah
c. Respon Prilaku dan Emosi
•    Perasaan ancaman meningkat
•    Verbalisasi cepat
•    Blocking
4. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.

a. Respon Fisiologis
•    Nafas pendek
•    Rasa tercekik dan berdebar
•    Sakit dada
•    Pucat
•    Hipotensi
b. Respon Kognitif
•    Lapang persepsi menyempit
•    Tidak dapat berfikir lagi
c. Respon Prilaku dan Emosi
•    Agitasi, mengamuk dan marah
•    Ketakutan, berteriak-teriak, blocking
•    Persepsi Kacau
•    Kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik, emosional, dan kognitif atau intelektual.
d. Respon Fisiologis
•    Kardiovaskuler : Palpitasi berdebar, tekanan darah meningkat/menurun, nadi meningkat/menurun
•    Saluran Pernafasan : Nafas cepat dangkal, rasa tertekan di dada, rasa seperti tercekik
•    Gastrointestinal : Hilang nafsu makan, mual, rasa tak enak pada epigastrium, diare
•    Neuromuskuler : Peningkatan refleks, wajah tegang, insomnia, gelisah, kelelahan secara umum, ketakutan, tremor
•    Saluran Kemih : Tak dapat menahan buang air kecil
•    Sistem Kulit : Muka pucat, perasaan panas/dingin pada kulit, rasa terbakar pada muka, berkeringat setempat atau seluruh tubuh dan gatal-gatal
•    Respon Kognitif : konsentrasi menurun, pelupa, raung persepsi berkurang atau menyempit, takut kehilangan kontrol, obyektifitas hilang
•    Respon emosional : Kewaspadaan meningkat, tidak sadar, takut, gelisah, pelupa, cepat marah, kecewa, menangis dan rasa tidak berdaya


nah terus apakah ada perbedaan antara cemas dan takut??

•    Kecemasan (Anxiety) adalah perasaan tidak nyaman yang biasanya berupa perasaan gelisah, takut, atau khawatir yang merupakan manifestasi dari factor psikologis dan fisiologis. Komponen-komponen yang terlibat saat seseorang merasa cemas adalah komponen kognitif, somatik, emosional, and behavioral.
Kecemasan biasanya terjadi tanpa stimulus yang jelas, sehingga kecemasan harus dibedakan dengan rasa takut (fear) sebab takut muncul karena adanya ancaman yang jelas dari luar.
•    Rasa takut berhubungan dengan tingkah laku spesifik untuk menghindar dan menjauh dari stimulus yang tidak menyenangkan. Sedangkan kecemasan merupakan akibat dari ancaman yang tidak jelas, tidak bisa dikontrol dan tidak bisa dihindari
•    Serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncak intensitas dalam 10-15 menit. Serangan biasanya berlangsung selama beberapa menit, tetapi dapat berlanjut sampai berjam-jam, dan diasosiasikan dengan dorongan yang kuat untuk melarikan diri dari situasi dimana serangan itu terjadi.
•    Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. [Internet] 2007 [cited 2011 Juni 05]. Available from : http://gangguan_anxietas.htm


hemm sekian dari saya semoga bermanfaat tulisan ini di kedepannya, saya mohon pamit :-bd