Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 30 Januari 2013

Bermain Bola dan Manfaatnya untuk Balita

KOMPAS.com - Tahukah Anda bermain bola bersama si kecil dapat menjadi ajang stimulasi untuk koordinasi tangan dan matanya? Psikolog, Nella Safitri Cholid memaparkan sejumlah manfaat dan kiat bermain bola untuk anak usia 1-3.

Bermain bola dengan menggelindingkan, melempar dan menangkap bola bersama batita juga ada syarat dan ketentuannya. Berikut di antaranya:
* Sediakan bola, bila memungkinkan dalam berbagai ukuran, dari kecil (seukuran bola tenis) hingga agak besar (setidakya ukuran 15-20 cm).
* Pilih bola yang ringan karena otot tangan si kecil belum kuat mengangkat bola yang relatif berat.
* Bola dengan bahan empuk seperti plastik atau kain dengan tekstur agar kasar bisa merangsang indra peraba (telapak tangan) sang bua hati.
* Pastikan area bermain aman dengan permukaan rata.

Cara bermain:
* Minta si kecil duduk berhadapan dengan kita setidaknya dengan jarak 1,5 meter.
* Beri contoh bagaimana cara menggelindingkan bola. Peragakan secara perlahan ke arahnya.
* Minta ia menangkap bola tersebut, lalu biarkan si batita menggelindingkan kembali bola tersebut kepada kita.
* Acungkan jempol atau bertepuk tanganlah untuk menunjukkan rasa bangga atas apa yang dilakukan si kecil. Pujian seperti itu akan membuatnya bersemangat untuk mengulang permainan ini.
* Kalaupun ia belum berhasil mengarahkan bola dengan baik, tetaplah memberinya semangat. Untuk anak-anak batita, menggelindingkan, melempar, ataupun menangkap bola bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Mereka masih perlu latihan berulang-ulang untuk menguasainya.
* Bila anak sudah tampak menguasainya permainan ini dengan posisi duduk, cobalah kali ini bermain sambil berdiri. Atur jarak sedemikian rupa sehingga ia mudah melempar dan menangkap bola tersebut.

Manfaat :

* Gerakan saat si kecil memegang bola dan menstimulasi kemampuan menggenggam melatih fungsi-fungsi jemarinya, dan juga koordinasi kedua tangan.
* Mengoptimalkan kekuatan otot lengan ketika ia menangkap dan melempar bola.
* Mengasah kemampuan kordinasi mata dan tangan.
* Melatih konsentrasi, ketika ia berusaha menangkap bola dengan tangannya serta mengarahkan bola pada sasaran yang tepat.

Sabtu, 26 Januari 2013

Penyakit Parkinson

-->
  1. Definisi
Suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degenerative progresif sehubungan dengan proses menua di sel – sel substansia nigra pars compacta (SNc) dan karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak (postural insability).
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

  1. Etiologi
  • Factor genetic
  • Factor lingkungan
  • Umur (proses menua)
  • Ras
  • Cedera kranioserebral
  • Stress emosional
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

  1. Klasifikasi
  • Primer atau idiopatik
  1. Penyebab tidak diketahui
  2. Sebagian besar merupakan penyakit parkinson
  3. Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan
  4. Ada peran factor genetic, bersifat sporadis
  • Sekunder atau akuisita
  1. Timbul setelah terpapar suatu penyakit/zat
  2. Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
  3. Terpapar kronis oleh toksin seperti mangan, carbonmonoksida, sianida, dan lain – lain
  4. Efek samping obat penghambat reseptor dopamine (sebagian besar obat anti psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamine (reserpin)
  5. Pasca stroke (vascular)
  6. Lain – lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan normal
  • Sindrom Parkinson Plus
Gejala parkinson timbul bersama gejala neurolig lain seperti progressive supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical – basal ganglionic degeneration, Parkinson – dementia – ALS complex of Guam, progressive palidal atrophy, diffuse Lewy body disease (DLBD).
  • Kelainan degenerative diturunkan (heredodegenerative disorders)
Gejala parkinsonism menyertai penyakit – penyakit yang diduga berhubungan dengan penyakit neurologi lain yang factor keturunan memegang peran sebagai etiologi, seperti Penyakit Alzheimer, Penyakit Wilson, Penyakit Hutington, Demensia frontotemporal pada kromosom 17q21, X – linked dystonia parkinsonism.
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

  • Parkinsonisme primer
  • Parkinsonisme sekunder, karena :
  1. Pasca ensefalitis virus
  2. Pasca infeksi lain, misalnya sifilis meningovaskular, tuberculosis, aterosklerosis.
  3. Iatrogenic atau terinduksi obat, misalnya obat – obat golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin .
  4. Toksik, misalnya karena intoksikasi karbonmonoksida, karbondisulfida, mangan, sianida.
  5. Lain – lain, misalnya karena perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang – ulang pada petinju, infark lakunar, tumor serebri, hipoparatiroid, kalsifikasi.
  • Sindrom paraparkinson
(Arif Mansjoer, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.)

  1. Factor resiko
  • Proses menua otak
  • Stress oksidatif
  • Terpapar pestisida/herbisida atau anti jamur cukup lama
  • Infeksi
  • Kafein
  • Alcohol
  • Trauma kepala
  • Depresi
  • Merokok
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

  1. Gambaran Klinis
  • Gambaran umum
  1. Gejala mulai pada satu sisi (hemiparkinsonism)
  2. Tremor saat istirahat
  3. Tidak didapatkan gejala neurologis lain
  4. Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis
  5. Perkembangan lambat
  6. Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
  7. Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
  • Gambaran khusus
  1. Tremor  laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat, saat gerak di samping adanya tremor saat istirahat.
  2. Rigiditas
  3. Akinesia/Bradikinesia  kedipan mata berkurang, wajah seperti topeng, hipofonia (suara kecil), air liur menetes, akatisia/takikinesia (gerakan cepat tidak terkontrol), mikrografia (tulisan semakin kecil), cara berjalannya langkah kecil – kecil, kegelisahan motorik (sulit duduk atau berdiri).
  4. Hilangnya refleks Postural
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

" Tremor: Tremor Istirahat (Rest Tremor) yang khas ini merupakan gejala yang paling jelas, sering terdapat pada awal penyakit dan mudah diidentifikasi oleh penderita maupun keluarganya sendiri. Rest tremor ini bersifat kasar (kurang lebih 4 siklus/detik), dan gerakannya seperti memulung pil (pill-rolling) atau seperti menghitung uang logam. Tremor dapat dimulai dari satu ekstremitas saja pada awal gejala dan dapat menyebar sehingga mengenai seluruh anggota tubuh (lengan, rahang, lidah, kelopak mata, tungkai) bahkan juga suara. Tremor dapat menghilang jika otot berelaksasi total ataupun dengan melakukan gerakan volunter. Faktor fisik dan emosi dapat mencetuskan timbulnya tremor ini. Ada jenis tremor yang lainnya dengan frekuensi 7-8 siklus/menit. Tidak seperti yang 4 siklus/menit, tremor ini dapat tetap ada pada gerakan volunter dan tidak berhubungan dengan posisi diam dari anggota gerak (bukan rest tremor) dan lebih mudah hilang pada posisi otot yang relaksasi. Pasien bisa menampakkan gejala kedua tremor ini atau hanya salah satunya.
" Rigiditas: kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor, kekakuan ini menghasilkan fenomena 'cog-wheel' saat ekstremitas digerakkan secara pasif.  Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien bahkan pada keadaan rileks
" Bradykinesia/Akinesia: pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Gerakan cepat, berulang-ulang menghasilkan sebuah gerakan disritmik dan pengurangan kekuatan gerakan.
" Postural instability (ketidakstabilan postural): tidak adanya refleks postural sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan dan rasa ingin jatuh
http://www.medikaholistik.com/medika.html?xmodule=document_detail&xid=208&ts=1358332731&qs=health

-->
  1. Diagnosis
  • Kriteria Diagnosis Klinis
-->
  1. Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, atau
  2. Tida dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan postural
  • Kriteria Diagnosis Modifikasi
  1. Diagnosis Possible (mungkin)
Adanya salah satu gejala : tremor, rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural.
Tanda – tanda minor yang membantu ke arah diagnosis klinis possible : Myerson sign, menghilang atau berkurangnya ayunan lengan, refleks menggenggam.
  1. Diagnosis Probable (kemungkinan besar)
Kombinasi dari dua gejala tersebut diatas (termasuk gangguan refleks postural), salah satu dari tiga gejala pertama asimetris
  1. Diagnosis Definite (pasti)
Setiap kombinasi 3 dari 4 gejala. Pilihan lain : setiap dua dengan satu dari tiga gejala pertama terlihat asimetris.
  • Kriteria Diagnosis Koller
  1. Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor istirahat atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung satu tahun atau lebih
  2. Respon terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1.000mg/hari selama 1 bulan), dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih
  • Kriteria Diagnosis Gelb
  1. Diagnosis Possible (mungkin)
Adanya 2 dari 4 gejala cardinal (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik). Tidak ada gambaran yang menuju ke arah diagnosis lain termasuk halusinasi yang tidak berhubungan dengan obat, demensia, supranuclear gaze palsy atau disotonom. Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamine.
  1. Diagnosis Probable (kemungkinan besar)
Terdapat 3 dari 4 gejala cardinal, tidak ada gejala yang mengarah ke diagnosis lain dalam 3 tahun, terdapat respon yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamine
  1. Diagnosis Definite (pasti)
Seperti probable disertai dengan pemeriksaan histopatologis yang positif.
(Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : FKUI.)

Cerebral palsy

  1. Definisi
Suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel – sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhan.
(Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC)

  1. Etiologi
  1. Prenatal
  1. Infeksi intrauterine TORCH dan sifilis
  2. Radiasi
  3. Asfiksia intrauterine abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi
  4. Toksemia gravidarum
  5. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
  1. Perinatal
  1. Anoksia/hipoksia
  2. Perdarahan otak
  3. Prematuritas
  4. Postmaturitas
  5. Hiperbilirubinemia
  6. Bayi kembar
  1. Postnatal
  1. Trauma kepala
  2. Meningitis/ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan
  3. Racun logam berat, CO
(Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC)
  • Menurut Rapin dan Allen berdasarkan patofiologinya dibagi menjadi :
  1. 2 primer ekspresif
  • Difraksia verbal
  • Gangguan defisit produksi fonologi
  1. 2 defisit represif dan ekspresif
  • Gangguan campuran ekspresif – represif
  • Disfasia verbal auditori agnosia
  1. 2 defisit bahasa yang lebih berat
  • Gangguan leksikal – sintaksis
  • Gangguan semantic – pragmatic
(Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC)


  1. Gejala klinis
Menurut Aram DM dan Towne seorang anak dicurigai adanya gangguan perkembangan kemampuan bahasa jika ditemui gejala – gejala sebagai berikut :
  • Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau samping
  • Pada usia 10 bulan anak tidak member reaksi terhadap panggilan namanya sendiri
  • Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata – kata jangan, da – da, dan sebagainya
  • Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal
  • Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian – bagian tubuh
  • Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 buah kata
  • Pada usia 24 bulan hanya mempunyai pembendaharaan kata yang sangat sedikit/tidak mempunyai kata – kata huruf z pada frase
  • Pada usia 30 bulan ucapan tida dapat dimengerti oleh anggota keluarga
  • Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat – kalimat sederhana
  • Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang sederhana
  • Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya
  • Pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban, dll)
  • Setelah berusia 4 tahun tidak lancer berbicara atau gagap
  • Setelah berusia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan
  • Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasalitas yang nyata atau mempunyai suara yang monoton tanpa henti, sangat keras dan tidak dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara yang serak.
(Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC)
  1. Diagnosis
  • Anamnesis
  • Instrument Penyaring
  1. Early Language Milestone Scale cukup sensitive dan spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara pada anak <3 tahun.
  2. DDST (pada Denver II penilaian sector bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama)
  3. Receptive – Expensive Emergent Language Scale
  • Pemeriksaan Fisik
  1. Apakah ada mikrosefali, anomaly telinga luar, otitis media yang berulang, Sindrom William, celah palatum, dll
  2. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata PA, TA, PA – TA, PA – TA, KA
  • Pengamatan Saat Bermain
  • Pemeriksaan Laboratorium
  1. Lakukan tes pendengaran
  2. Jika anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasil tes mencurigakan maka perlu dilakukan auditory brainstem responses
  3. CT – Scan atau MRI
  4. Pada anak laki – laki dengan autism dan perkembangan yang sangat lambat skrining kromosom untuk fragil – X mungkin diperlukan
  5. Skrining terhadap penyakit – penyakit metabolic baru dilakukan kalau terdapat kecurigaan ke arah itu.
  • Konsultasi
  1. Diperlukan jika ada gangguan bahasa dan perilaku
  2. Riwayat dan tes bahasa
  3. Kemampuan kognitif dan tingkah laku
  4. Tes intelegensia dapat dipakai sebagai perbandingan fungsi kognitif anak tersebut
  5. Masalah tingkah laku dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrument seperti :
  • Vineland Social Adaptive Scale Revised
  • Child Behavior Checklist
  • Childhood Autism Rating Scale
  1. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada gangguan tingkah laku yang berat
  2. Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan gangguan bicara
  3. Anak akan diperiksa apakan ada masalah anatomi yang mempengaruhi produksi suara.
(Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC)